Jan 14, 2007

.masih bukan asa.

Jan 14, 2007
Januari, 10 2007

Aku menatap wajah mereka dengan hampa. Ada lubang hitam yang menarikku masuk. Semua terjadi lagi. Asa ku menelan kecewa lagi. Setelah sekian kesulitan hidup ku lalui, melihat mereka yang telah bahagia menjadi lebih bahagia adalah pelajaran hidup yang paling sulit. Aku tahu ini tak benar. Tuhan telah siapkan cerita untuk masing - masing manusia di bumi ini. Dan aku, pasti memiliki kisahku sendiri. Kisah yang tak ada orang lain dapat mengerti.
******
Aku terlahir dengan tersenyum, begitu ibuku bilang. Dia juga bilang, saat melihatku ia langsung tahu aku akan menjadi seorang yang kuat. Iya, KUAT. Bukan seorang yang hebat, seorang yang cantik, seorang yang berhasil atau apalah yang dapat seorang ibu lihat dari putrinya. Ibuku hanya bilang aku akan KUAT. Dan semua pun terjadi. Aku tumbuh di tengah pertengkaran orang tuaku. Ayah adalah seseorang yang sangat keras dan disiplin. Ia akan berteriak dan memaki saat ia marah. Telah habis aku dimakinya sejak usiaku 4 tahun, tepatnya pada usia dimana seorang manusia cukup dapat merekam apa yang terjadi padanya. Bahkan makian itu tak pernah habis hingga kini, saat memori otakku telah habis dan lelah akan kenangan busuk. Ibu memang jauh berbeda, ia pendiam. Ia simpan semua luka hatinya sendiri. Tak pernah kulihat ia menangis. Walaupun ia memang jarang juga tersenyum. Yang aku tahu, ibu adalah ibu. Sesosok luar yang berusaha terlihat tegar namun terus memancarkan sinar hampa dan tak ada harapan. Suatu hari ayah pernah mengamuk. Membanting semua yang ada dihadapannya. Dan memukul ibu dan aku secara membabi – buta. Aku hanya diam. Mencoba tak menangis meniru ibu. Tapi hatiku justru sesak. Rasanya sakit. Melebihi sakit yang ragaku terima. Sejak itu telah kuputuskan, aku akan mulai menangis.

Tak seorang pun tahu aku menderita, tak seorang pun tahu aku menangis. Kulewati masa remaja dengan berlagak menjadi seorang yang normal. Ku balut lukaku dengan senyuman. Kusapa semua teman dengan ceria. Mereka menyukaiku. Mereka mencintaiku. Mereka bilang aku tak pernah bersedih. Mereka bilang aku KUAT. Sekali lagi, aku diingatkan bahwa aku KUAT. Dan hanya itu.

Mungkin mereka benar. Mungkin aku memang KUAT.

Ayah ternyata menyimpan banyak wanita lain dalam hidupnya. Ia bahkan secara terang – terangan bilang ingin menikah lagi. Ingin mencarikanku ibu yang baru. Tak sukup hanya itu, ia pun meninggalkan jejak hutangnya dimana – mana. Tak tega melihat ibu menderita, kulakukan segalanya untuk biayai diriku sendiri. Kulakukan segalanya untuk membahagiakan ku. Karena saat itu, asa saja tidak cukup. Ku hadapi semua penagih hutang ayah tanpa ragu. Dan aku telah menjadi yakin bahwa aku memang KUAT.

Kuhadapi kisahku dengan berani. Ku lalui ribuan detik penuh kenangan buruk. Aku ingin menjadi KUAT seperti apa yang mereka bilang. Dan ak melupakan asa. Aku melupakan mimpi dan harapan. Yang aku tahu hanya cara untuk tetap bertahan.
*****

Sekian lama aku terdiam. Menyesali kisahku yang penuh awan hitam. Telah banyak iri menyergap hatiku. Bertanya mengapa mereka yang telah tersenyum terus dapat tersenyum. Yang aku inginkan hanya asa itu kembali. Mengangkatku dari kubangan keputusasaan. Menyeretku keluar lubang hitam dan memukulku keras – keras. Agar aku tersadar dari mimpi ini. Mimpi bahwa hidupku semakin sulit. Mimpi bahwa ayah dan ibu tak pernah sedetik pun berubah. Ataukah ini bukan mimpi. Namun kenyataan yang telah Ia rancang sedemikian rupa. Agar aku menjadi apa yang ibu mau, menjadi seorang yang KUAT. Dan bila hingga kini yang hadir masih bukan asa, haruskah aku menanti. Terus berjuang demi dapat melanjutkan nafas hidupku. Atau menyerah pada alur deras cerita. Jika masih bukan asa yang menghampiriku, akankah mimpiku dapat hidup kembali?

1 comments:

gancar

Dek, numpang ngutip buat kepentingan pribadi ya, yg "Kuhadapi kisahku dengan berani. Ku lalui ribuan detik penuh kenangan buruk. Dan aku melupakan asa. Aku melupakan mimpi dan harapan. Yang aku tahu hanya cara untuk tetap bertahan"
ok, tengkiu.