Maret, 07 2007
Oke, seingat saya ini baru bulan ketiga di tahun 2007. Tapi kenapa saya sudah sering mendengar kabar yang ga enak yahh?! Hump, what could be left for us in the end of this year? Satu Januari kemarin, saat saya baru aja terbangun selepas merayakan pergantian tahun, semua media sudah sibuk mengabarkan hilangnya pesawat Adam Air, disusul dengan tenggelamnya KM senopati, belum cukup itu aja.. disusul lagi banjir bandang, longsor, kapal terbakar, gempa bumi, dan yang baru aja terjadi.. pesawat terbakar! And we still have 9 months to go in this year! What is really going on in Indonesia?
Saya jadi teringat, seorang teman pernah bertanya, “kalo lo punya uang banyak, mau ga suatu hari nanti pindah kewarganegaraan?”.. . pertanyaan yang kedengaran konyol itu jadi semakin konyol saat si teman itu menjawab sendiri pertanyannya “kalo gue mau lho!! Gue mau pindah ke malaysia aja, disana tenang dan kayaknya ga ada masalah” dengan kalem ia menjawab dan terlihat bangga dengan jawabannya. Saat itu juga saya terdiam. Bukan karena marah atas pertanyaan dan jawaban non nasionalis yang dia ungkapkan. Tapi lebih karena malu. Malu untuk mengakui bahwa diam – diam, hati saya menyawab, iya.. saya mau pindah kewarganegaraan kalau memang ada kesempatan.
Dan sekarang, dengan banyaknya pemberitaan tentang masalah yang dialami indonesia –bukan hanya bencana dan kecelakaan tapi juga politik, kepemerintahan, ekonomi, dll- saya teringat kejadian itu dan berpikir. Jika saya yang notabene hanya rakyat dan tidak perlu terbelenggu dengan peliknya masalah negara saja bisa jenuh dan terpikir untuk kabur dari negeri ini, bagaimana dengan presiden, pekerja pemerintahan, anggota dewan dan pihak berwenang lainnya yang sehari – hari harus membenahi negeri ini? Pernahkah mereka muak dan merasa ingin pergi?? Atau.. justru karena saking muaknya, oknum – oknum diantara mereka akhirnya memutuskan untuk memanfaatkan jabatan dan mengambil uang negara untuk memberikan SEDIKIT saja keuntungan pribadi untuk mereka. I have no right to judge them. Tohh kemarin itu saya juga mengiyakan diri untuk menghianati negara demi kebahagiaan pribadi. Jadi apalah bedanya saya dengan mereka.
Could we really give this country an unconditional love? I couldn’t answer that question. Apa sihh sebenarnya salah negara ini sama kita? None. Ga ada. Tapi kenapa setiap kita melihat barang dengan tulisan made in indonesia kita selalu yakin bahwa kualitasnya jelek dan tidak layak beli. Sementara kita sibuk mengejar barang – barang made in negara lain. Terus kenapa juga kita tetap aja buang sampah di sembarang tempat sambil sibuk mengeluh dan bertanya kenapa indonesia tidak bisa seindah Singapura. Why we always complaining our police officer who seems more interested in raising money instead of helping people, sementara untuk sabar mengantri aja kita masih harus diingatkan. If someone ask me, are you really a good indonesian people? I would’ve answer no, I am not. Saya memang belum pernah berurusan dengan polisi –kecuali ditilang dan akhirnya “berdamai”- atau melakukan kesalahan yang besar. Tapi saya masih melakukan salah satu dari hal –hal yang saya sebut di atas tadi.
Dan kalau ada 10 orang saja di setiap wilayah indonesia yang masih bersikap sama seperti saya, bukankah itu adalah gambaran yang sebenarnya tentang indonesia? Saya baru tersadar bahwa indonesia adalah saya sendiri. Saat saya sibuk menghujat tidak becusnya pemerintah dalam menjalani pemerintahannya, sesungguhnya saya sedang menghujat diri sendiri. Indonesia yang tidak terawat adalah gambaran dari masyarakatnya –termasuk kita- yang memang tak pernah mau menjaga kebersihan lingkungannya. Indonesia yang keras dan anarkis merupakan gambaran dari temperamen kita yang memang masih sering meluap – luap. Indonesia yang korup dan tidak taat hukum, bukankah sesungguhnya itu juga telah menjadi bagian dari keseharian kita??
Kalau indonesia ternyata adalah gambaran diri masyarakatnya sendiri, lalu mengapa rasanya sulit sekali Indonesia mendapatkan cinta kita –masyarakat Indonesia- ?
Oke, seingat saya ini baru bulan ketiga di tahun 2007. Tapi kenapa saya sudah sering mendengar kabar yang ga enak yahh?! Hump, what could be left for us in the end of this year? Satu Januari kemarin, saat saya baru aja terbangun selepas merayakan pergantian tahun, semua media sudah sibuk mengabarkan hilangnya pesawat Adam Air, disusul dengan tenggelamnya KM senopati, belum cukup itu aja.. disusul lagi banjir bandang, longsor, kapal terbakar, gempa bumi, dan yang baru aja terjadi.. pesawat terbakar! And we still have 9 months to go in this year! What is really going on in Indonesia?
Saya jadi teringat, seorang teman pernah bertanya, “kalo lo punya uang banyak, mau ga suatu hari nanti pindah kewarganegaraan?”.. . pertanyaan yang kedengaran konyol itu jadi semakin konyol saat si teman itu menjawab sendiri pertanyannya “kalo gue mau lho!! Gue mau pindah ke malaysia aja, disana tenang dan kayaknya ga ada masalah” dengan kalem ia menjawab dan terlihat bangga dengan jawabannya. Saat itu juga saya terdiam. Bukan karena marah atas pertanyaan dan jawaban non nasionalis yang dia ungkapkan. Tapi lebih karena malu. Malu untuk mengakui bahwa diam – diam, hati saya menyawab, iya.. saya mau pindah kewarganegaraan kalau memang ada kesempatan.
Dan sekarang, dengan banyaknya pemberitaan tentang masalah yang dialami indonesia –bukan hanya bencana dan kecelakaan tapi juga politik, kepemerintahan, ekonomi, dll- saya teringat kejadian itu dan berpikir. Jika saya yang notabene hanya rakyat dan tidak perlu terbelenggu dengan peliknya masalah negara saja bisa jenuh dan terpikir untuk kabur dari negeri ini, bagaimana dengan presiden, pekerja pemerintahan, anggota dewan dan pihak berwenang lainnya yang sehari – hari harus membenahi negeri ini? Pernahkah mereka muak dan merasa ingin pergi?? Atau.. justru karena saking muaknya, oknum – oknum diantara mereka akhirnya memutuskan untuk memanfaatkan jabatan dan mengambil uang negara untuk memberikan SEDIKIT saja keuntungan pribadi untuk mereka. I have no right to judge them. Tohh kemarin itu saya juga mengiyakan diri untuk menghianati negara demi kebahagiaan pribadi. Jadi apalah bedanya saya dengan mereka.
Could we really give this country an unconditional love? I couldn’t answer that question. Apa sihh sebenarnya salah negara ini sama kita? None. Ga ada. Tapi kenapa setiap kita melihat barang dengan tulisan made in indonesia kita selalu yakin bahwa kualitasnya jelek dan tidak layak beli. Sementara kita sibuk mengejar barang – barang made in negara lain. Terus kenapa juga kita tetap aja buang sampah di sembarang tempat sambil sibuk mengeluh dan bertanya kenapa indonesia tidak bisa seindah Singapura. Why we always complaining our police officer who seems more interested in raising money instead of helping people, sementara untuk sabar mengantri aja kita masih harus diingatkan. If someone ask me, are you really a good indonesian people? I would’ve answer no, I am not. Saya memang belum pernah berurusan dengan polisi –kecuali ditilang dan akhirnya “berdamai”- atau melakukan kesalahan yang besar. Tapi saya masih melakukan salah satu dari hal –hal yang saya sebut di atas tadi.
Dan kalau ada 10 orang saja di setiap wilayah indonesia yang masih bersikap sama seperti saya, bukankah itu adalah gambaran yang sebenarnya tentang indonesia? Saya baru tersadar bahwa indonesia adalah saya sendiri. Saat saya sibuk menghujat tidak becusnya pemerintah dalam menjalani pemerintahannya, sesungguhnya saya sedang menghujat diri sendiri. Indonesia yang tidak terawat adalah gambaran dari masyarakatnya –termasuk kita- yang memang tak pernah mau menjaga kebersihan lingkungannya. Indonesia yang keras dan anarkis merupakan gambaran dari temperamen kita yang memang masih sering meluap – luap. Indonesia yang korup dan tidak taat hukum, bukankah sesungguhnya itu juga telah menjadi bagian dari keseharian kita??
Kalau indonesia ternyata adalah gambaran diri masyarakatnya sendiri, lalu mengapa rasanya sulit sekali Indonesia mendapatkan cinta kita –masyarakat Indonesia- ?
0 comments:
Post a Comment